Aku duduk di sudut pintu masuk kampus tepat di depan parkiran, sendirian. Setiap kali suara motor berdesing masuk parkiran, aku palingkan wajah dari layar smartphone yang tak terlalu pintar ini, berharap seseorang itu datang. Jika bukan, aku palingkan lagi ke layar dan kembali menulis.
"Hal yang paling membosankan adalah menunggu", bagiku tidak. Aku bisa melakukan sesuatu yang paling menyenangkan saat menunggu, misalnya menulis tentang rindu atau tentang kamu. Hal yang menyenangkan bagiku bisa menunggu.
Entah sudah berapa lama aku menuggu. Mungkin 2-3 puluh menit. Aku tak tau pasti. Yang jelas aku masih setia duduk di sini. Tiba-tiba, dari ujung jalan aku lihat kamu jalan, sendirian. Bukan seseorang yang aku tunggu. Kamu, seseorang yang aku tulis. Senyumku merekah, pipiku memerah. Aku tertunduk menatap kosong ke layar smartphone. Langkahmu semakin jelas, mendekat. Tanganku berhenti mengetuk-ngetuk layar. Tapi, suara 'tuk-tuk' masih terdengar. Suara jantungku rupanya yang berketuk-ketuk.
"Assalamu'alaikum," sapamu lembut. Aku masih diam menatapmu kaku. "Assalamu'alaikum," sapamu lagi. Kali ini kau ukir lesung pipit di sudut bibirmu.
"Eh, hai." Aduh kok hai. "Wa'alaikumsalam," kumasukkan smartphoneku ke saku tas. Kusembunyikan rasaku dalam-dalam.
"Sedang menunggu siapa, Nurul?" Tanyamu mencairkan kekakuan.
"Eh itu. Nunggu Kak Bad" Jawabku gugup. Kau melangkah maju duduk di bangku sebelahku, meletakkan tas di meja dan mengeluarkan secarik kertas yang mirip kartu ulang tahun. Kau bilang itu posrcard dari Jepang. Lalu, kau bercerita tentang bagaimana kau menghabiskan liburanmu di negeri sakura tempo dulu, tentang bagaimana kau hampir mati kedinginan karena switter tebalmu tertinggal di penginapan. Aku menyimakmu khusuk. Sesekali aku menguap karena kau terlalu asik dengan cerita perjalananmu sendiri. Sesekali aku mengangguk kaget karena kau menoleh dan bertanya padaku.
Untuk pertama kalinya aku berharap menunggu lebih lama lagi.
"Nurul, Nurul," samar-samar aku dengar seseorang memanggilku.
"Nurul," suaranya makin jelas.
"Bangun," seseorang mengguncang-guncangkan bahuku. Aku terhentak. Kulihat sekelilingku. Kak Bad duduk tepat di sampingku, menatapku heran. Aku mengrjap-ngerjapkan mata, menyusun kembali serpihan kesadaranku.
"Yuk," ajak Kak Bad. Aku ikuti langkah Kak Bad masuk ke kampus. Aku menoleh ke belakang. Di ujung jalan sana aku lihat kamu berjalan sendirian dan senyum padaku.